Rabu, 25 Agustus 2010

PELANGGARAN UNDANG-UNDANG

PELANGGARAN UNDANG-UNDANG
Jumlah Pengawas Ketenagakerjaan Minim



Rabu, 25 Agustus 2010



JAKARTA (Suara Karya): Kasus pelanggaran peraturan dan perundang-undangan tentang ketenagakerjaan yang dilakukan perusahaan masih tinggi. Minimnya jumlah petugas pengawas ketenagakerjaan di Indonesia menjadi salah satu penyebabnya.



Dalam hal ini, jumlah tenaga pengawas masih jauh dari ideal. Untuk mengawasi sekitar 208.813 perusahaan di Indonesia, masih dibutuhkan sekitar 1.172 tenaga pengawas.



Demikian dikatakan Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemennakertrans) I Gusti Made Arka di Jakarta, Rabu (24/8). Idealnya satu orang pengawas untuk menjangkau lima perusahaan. Faktanya, saat ini hanya tersedia 2.308 pengawas dengan kebutuhan total 3.480 orang. Jumlahnya terdiri dari pengawas umum sebanyak 1.605 orang, pengawas spesialias 254 orang, dan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) 449 orang.



Namun, meski jumlah tenaga pengawas yang masih minim, indikator keberhasilan pelaksanaan pengawasan sudah terlihat dari jumlah kasus yang sudah melalui proses berita acara perkara. Tercatat, tahun ini sudah ada 37 kasus yang sudah melalui BAP dari 144 laporan kejadian. Sebagian besar kasus (68 persen) merupakan pelanggaran terhadap UU Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja," kata Arka.



Lebih jauh dia menjelaskan, pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan di setiap provinsi dan kabupaten/kota hingga kini sulit dilakukan secara komprehensif. Ini karena tidak adanya jalur instruksi langsung ke daerah seiring diberlakukannya UU Nomor 43 Tahun 2008 tentang Otonomi Daerah.



Bahkan, pemerintah pusat tidak dapat mengatur posisi penempatan pengawas ketenagakerjaan, meski seorang pengawas ketenagakerjaan ditunjuk dan diberhentikan oleh Mennakertrans. Ini karena status kepegawaiannya merupakan pegawai daerah. Padahal, lanjut Arka, masih dibutuhkan sedikitnya 1.172 orang tenaga pengawas.



"Pengawas ketenagakerjaan dilakukan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan dan mewujudkan keadilan sosial untuk masyarakat, selain untuk menurunkan dan menghapuskan tingkat kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Tentunya hal tersebut melalui penerapan norma ketenagakerjaan di seluruh Indonesia," tuturnya. (Andrian)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar